Pemilukada Memperkuat Demokrasi di Daerah

Robiyan Arifin, SH., MH – Ketua KPU Kota Surabaya
Salah satu persyaratan pelaksanaan sistem demokrasi adalah keikutsertaan rakyat dalam proses pemerintahan. Masyarakat mempunyai akses ke sistem pemerintahan memberikan partisipasi dalam memilih siapa yang akan menjadi pemimpin mereka. Dalam sistem negara dimana terbentuk Lembaga Perwakilan Rakyat, maka kemauan rakyat itu diwakilkan kepada mereka yang duduk dalam Lembaga Perwakilan Rakyat.
Diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia mempunyai tujuan untuk memberdayakan masyarakat lokal. Sebelumnya pemilihan kepala daerah seringkali turut dipengaruhi oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah provinsi untuk pemilihan kepala daerah kabupaten/kota. Di era reformasi kewenangan untuk memilih seorang kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh rakyat.
Pemilihan kandidat politik untuk bursa eksekutif dan legislatif di zaman serba terbuka sekarang ini, tampaknya seperti sedang mengadopsi model atau even pasar produk bisnis komersial. Tiba-tiba dengan tempo singkat, menyeret sejumlah besar pelaku terlibat langsung dan tidak langsung dalam menanggapi even ini. Di antara mereka saling menjajaki satu sama lain, membuka penawaran, saling berpromosi, adu kompetisi, memobilisasi resources, negosiasi alot, menggandeng spekulan, serta memacu mobilitas dan popularitas. Pemilihan langsung telah mendekatkan antara kandidat dengan masyarakat. Seleksi pimpinan nasional sampai kepemimpinan lokal dilaksanakan langsung. Pemilih akan menjatuhkan pilihannya kepada sang idola saat sudah berada di bilik suara. Pemilu 2004 menjadi pengalaman pertama rakyat menitipkan kepercayaannya langsung kepada tokoh pilihannya. Pemilihan DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang berlangsung dua tahap ternyata menjadi ajang pencitraan publik figur bagi para kontestan di atas panggung nasional.
Demikianlah kelak pemilihan kandidat politik di tingkat lokal. Rakyat memilih langsung siapa yang pantas sesuai menjadi kepala daerah di wilayahnya. Bupati, walikota dan gubernur adalah jabatan-jabatan publik untuk siapa saja yang ingin maju tampil menjadi kontestan. Bursa pencalonan lebih terbuka, kompetitif dan partisipatif. Sementara siklus dan rotasi kepemimpinan dipastikan berjalan dinamis sambil memberi ruang-ruang kebebasan sepanjang proses transisi demokratik yang tak mungkin lagi terhindarkan. Sekarang siapa yang dapat menjadi kandidat politik? Kesempatan terbuka bagi siapapun yang ingin optimal meraihnya.
Pemilukada Sebagai Wujud Demokrasi di Tingkat Lokal.
Dalam konteks konsolidasi dan penguatan demokrasi, pemilukada langsung menjadi pilar yang memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Terlaksananya pemilukada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah atau pejabat negara. Pemilukada yang dalam makalah ini dimaksudkan sebagai demokrasi lokal adalah upaya untuk mewujudkan local accountability, political equity, dan local responsiveness, yang merupakan tujuan dari desentralisasi. Hasil pemilukada adalah tampilnya seorang pejabat publik yang dimiliki oleh rakyat tanpa membedakan darimana asal dan usul keberadaannya karena dia telah ditempatkan sebagai pengayom bagi rakyat. Siapapun yang memenangkan pertarungan dalam Pemilukada ditetapkan sebagai kepala daerah (local executive) yang memiliki legal authority of power (teritorial kekuasaan yang jelas), local own income and distribute them for people welfare (memiliki pendapatan daerah untuk didistribusikan bagi kesejahteraan penduduk), dan local representative as balance power for controlling local executive (lembaga perwakilan rakyat sebagai pengontrol eksekutif daerah).
Pelaksanaan pemilukada secara langsung memperoleh tanggapan yang cukup beragam di dalam masyarakat. Sebagian melihat pemilukada sebagai langkah lanjut untuk meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Rakyat di daerah, di dalam hal ini, lebih otonom karena sebagai penentu pemimpin daerah. Sebagai konsekuensinya, mereka juga bisa lebih leluasa meminta pertanggungjawaban dari para pemimpin yang telah dipilihnya itu. Tetapi, di sisi yang lain, pelaksanaannya memperoleh tanggapan yang kritis. Pemilukada hanya membuang-buang uang dan waktu saja. Biaya yang cukup besar itu, akan lebih baik digunakan untuk proyek-proyek pembangunan yang menguntungkan rakyat. Apapun pendapat tersebut, realitasnya pemilukada harus berlangsung dan kehadirannya telah menggeser kekuatan sentralistik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hadirnya pemerintah yang dipilih dan ditentukan oleh daerah paling tidak menjadi sinyal bagi membaiknya sistem layanan publik bagi rakyat di daerah sebagai esensi dari kehadiran pemerintahan daerah yang legitimate.
Relasi Pemilukada dengan Otonomi Daerah
Pemilihan langsung kepala daerah menjadi konsensus politik nasional[1], yang merupakan salah satu instrumen penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan pemilukada secara langsung sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, pemilukada langsung tersebut merupakan sebuah terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pemilukada langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elit politik, seperti ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan. Pemilukada langsung juga memicu timbulnya figur pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena kepala daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelintir elit di DPRD.
Masyarakat di tingkat lokal sesungguhnya memerlukan implementasi demokrasi nyata dan dapat mengalami secara langsung. Pengelolaan otonomi daerah menuntut kondisi terciptanya proses demokrasi. Proses demokrasi merupakan jaminan masyarakat dapat mengatur mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan perihal Hak Daerah. Hak yang dimaksud dalam menyelenggarakan otonomi antara lain meliputi:
- mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
- memilih pimpinan daerah;
- mengelola aparatur daerah;
- mengelola kekayaan daerah;
- memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
- mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
- mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
- mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pemilukada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
- Pemilukada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
- Pemilukada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
- Pemilukada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
- Pemilukada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pemilukada langsung, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
- Pemilukada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stok kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pemilukada langsung ini.
Permasalahan yang muncul dalam Pemilukada
Konsekuensi sebuah pertarungan politik pemilukada adalah pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan melakukan cara guna mengkritisi lembaga penyelenggara pemilukada, bahkan tidak jarang melakukan pengerahan massa sebagai luapan kekecewaan terhadap proses penyelenggaran dan ataukah merupakan kekecewaan atas kekalahan dalam sebuah pertarungan. Hal ini membuktikan rendahnya kesadaran poltik masyarakat.
Sebagai langkah antisipasi maka lembaga penyelenggara (KPU) biasanya melakukan ikrar siap menang dan siap kalah yang dihadiri seluruh kontestan pemilukada. Demikian juga kelompok seperti mahasiswa dan LSM/NGO dengan melakukan kampanye “damai”. Namun demikian tetap saja ada masalah yang muncul, di sela-sela perubahan konstalasi politik, Masalah-masalah pemilukada dimaksudkan sebagai berikut :
- Money politic
Money politic adalah istilah buruk dalam pemilukada, namun demikian terkadang juga dilakukan oleh para kontestan, sebab money politic sebagi cara pintas untuk meraup suara lebih banyak. Dan menjadi kebutuhan pangsa pasar (konstituen) yang secara ekonomi masyarakat cenderung masih rendah. Sehingga dimanfaatkan untuk menghalalkan segala cara. Money politic bukan hanya dimaksudkan praktek uang sebelum proses pemilihan, tetapi juga dimaksudkan dengan pembagian sembako dengan deal harus memilih calon tertentu.
- Mencuri start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran di tengah-tengah masyarakat yang justru merusak pemandangan kota. Sering juga untuk bakal calon incumbent melakukan tour ke beberapa daerah dengan dalih kunjungan kepala daerah. Juga melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat dengan alasan silaturahmi. Hal tersebut terlihat intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu.
- Kampanye negatif
Kampanye negatif dimaksudkan melakukan penyebaran fitnah terhadap rival. Sesungguhnya sikap tersebut bukan hanya beresiko pada integritas pada calon akan tetapi juga akan mengancam dan merusak integritas daerah tersebut. Sebab lambat laun akan terpublikasi oleh media sampai pada ‘daerah tetangga’ yang menyaksikan proses pemilukada yang dianggap tidak beretika.
Kampanye negatif sangat berpengaruh pada munculnya bibit-bibit perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Sebab siapapun sebagai tim sukses atau simpatisan tentunya tidak senang dengan adanya isu negatif yang diarahkan pada kandidatnya. Di sinilah pentingnya sikap toleransi dan perbedaan dalam berdemokrasi.
- Besarnya Biaya Pemilukada
Secara rasional dengan diadakannya pemilihan kepala daerah langsung oleh masyarakat Indonesia maka menyebabkan pembengkakan pada anggaran yang dikeluarkan oleh APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada tahun pelaksanaan pemilukada, dana tersebut tidak lain adalah untuk membiayai kebutuhan logistik pemilukada, pemutakhiran DPT, biaya sosialisasi, honor penyelenggara pemilukada (Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemilihan Kelurahan, KPPS), Panwaslu, biaya pengamanan untuk kepolisian dan lain sebagainya. Belum lagi jika ternyata pelaksanaannya dua putaran lalu digugat di MK dan harus dilakukan pemilukada ulang!. Besarnya biaya ini akan bisa ditekan seminim mungkin jika UU hanya mengatur pelaksanaan pemilukada cukup satu putaran saja.
Penguatan Demokrasi
Ada beberapa keunggulan pemilukada dengan model demokratis secara langsung sebagaimana diterapkan di Indonesia: Pertama, melibatkan partisipasi masyarakat konstituen secara luas, sehingga akses dan kontrol masyarakat lebih kuat terhadap arena dan aktor yang terlibat dalam proses pemilukada. Kedua, terjadinya kontrak sosial antara kandidat, partai politik dan konstituen untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Ketiga, memberi ruang dan pilihan terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang hebat (memiliki kapasitas, integritas dan komitmen yang kuat) dan legitimate di mata masyarakat.
Mengingat besarnya manfaat pemilukada langsung bagi pengembangan demokrasi, partisipasi publik dan percepatan mencapai kesejahteraan bagi masyarakat di tingkat lokal, maka sungguh disayangkan bila ajang ini harus cacat dan dibikin rusak dengan praktek money politic, unfair game, tidak siap kalah dan lain-lain. Sangat dibutuhkan peran dan kejujuran dari semua pihak agar dapat mewujudkan pemilukada yang jujur, adil dan demokratis.
Tulisan ini juga dimuat dalam Majalah HALOKPU Edisi I, Maret 2012
[1] Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguh Kurniawan, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, 2006, hlm. 40