Menjaga Suara Rakyat

Oleh: Purnomo S. Pringgodigdo
Komisioner KPU Surabaya Divisi Hukum
Mengapa laman KPU tidak bisa dibuka ya Pak? Mengapa suara pasangan calon A bisa menang setelah servernya KPU down Pak ? Kabarnya situs KPU diserang oleh hacker dari Singapura, Vietnam dan China ya Pak ?
Pertanyaan – pertanyaan di atas adalah beberapa pertanyaan yang saya, atau bahkan kolega penyelenggara pemilu lain terima sampai dengan beberapa hari lalu. Pertanyaan – pertanyaan sejenis bisa jadi akan kembali muncul, khususnya pasca proses rekapitulasi di tingkat Kecamatan, yang seharusnya berakhir pada tanggal 22 Februari, di tingkat Kabupaten/Kota pada tanggal 24 Februari, atau bahkan di tingkat provinsi pada tanggal 27 Februari 2017.
Transparansi Pilkada
Pada umumnya, kita hanya mengenal Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilu, ataupun pilkada. Namun demikian, tidak banyak yang mengetahui bahwa kami juga terikat pada kewajiban sebagai lembaga publik, dan khususnya jajaran KPU juga diharuskan berpedoman pada beberapa asas dalam penyelenggaraan pemilu.
Sebagai lembaga publik, kami terikat pada ketentuan – ketentuan yang ada termasuk terhadap pengaturan tentang keterbukaan informasi publik. Hal ini dikarenakan KPU merupakan bagian dari badan publik yang wajib meyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang ada. Namun demikian, yang juga tidak kalah penting adalah karena ada hak warga negara atas informasi publik.
Sedangkan untuk asas, Komisioner KPU periode saat ini telah menentukan bahwa ‘Keterbukaan’ merupakan salah satu asas penyelenggaraan yang harus dijadikan pedoman oleh penyelenggara pilkada. Tanpa banyak yang mengetahui, ada berbagai sistem informasi yang dibangun oleh KPU RI sebagai bagian dari pelaksanaan asas tersebut, seperti sistem informasi untuk melihat daftar pemilih (SiDaLih), proses tahapan (SiTap), bahkan termasuk yang saat ini banyak dibicarakan adalah sistem informasi untuk melihat hasil pilkada (SiTung).
Mengenal SiTung
SiTung merupakan salah satu bentuk tranparansi yang dibuat untuk menginformasikan hasil pemungutan suara kepada masyarakat. Angka – angka yang ditunjukkan oleh aplikasi ini berasal dari dokumen yang dihasilkan, khususnya pasca pemungutan suara sampai dengan dokumen yang akan dijadikan sebagai bahan penetapan oleh penyelenggara yang bersangkutan, KPU Provinsi untuk Gubernur dan Wakil Gubernur, dan KPU Kabupaten/Kota untuk Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota.
Pasca pemungutan suara, salah satu rangkap dokumen dari hasil penghitungan suara yang juga ditanda tangani oleh para saksi dikirimkan dari TPS langsung ke KPU untuk diunggah dan dimasukkan hasil penghitungan suaranya. Mekanisme yang hampir sama pun dilakukan untuk tahapan selanjutnya yaitu rekapitulasi hasil penghitungan di tingkat Kecamatan, hingga Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota, atau sampai dengan Provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sistem informasi ini, tanpa banyak diketahui sesungguhnya tidak hanya berisi angka – angka yang menjadi perolehan suara pasangan calon tetapi juga juga terkait dengan data tentang Pemilih, sampai dengan kondisi surat suara. Keseluruhan angka – angka ini dimasukkan ke dalam sistem informasi karena tanpa banyak disadari, angka – angka inilah yang menjadi kontrol antara satu dengan yang lain. Karena pasti ada yang salah bila jumlah surat suara yang sah berbeda dengan jumlah perolehan suara, atau bila jumlah surat suara yang digunakan ternyata berbeda dengan jumlah suara sah dengan jumlah suara tidak sah.
Untuk meningkatkan akuntabilitas dari penyelenggaraan pilkada maka sistem informasi ini pun dilengkapi dengan hasil scan atas dokumen yang terkait. Saat tulisan ini dibuat, masyarakat Indonesia dapat melihat dokumen hasil peghitungan suara, atau form C1 dan bahkan dokumen – dokumen lain, di tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, termasuk Provinsi setelah proses yang dimaksud terselenggara. Hal ini diharapkan agar masyarakat dapat turut merasakan bagaimana proses yang terjadi ketika itu dan mencocokan antara yang tertulis di dokumen, dengan apa yang tercantum pada sistem informasi. Perasaan berada di lokasi pun akan didapatkan dengan melihat bilamana ditanda tangani, atau tidaknya dokumen – dokumen hasil proses tersebut oleh para saksi peserta pemilihan.
Bagaimana dengan isu adanya peretas yang mencoba untuk mengubah perolehan suara di dalam SiTung ?
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, sampai dengan tulisan ini dibuat masih dilakukan secara manual. Bahwa memang pemilihan di Amerika Serikat, yang membuat Donald Trump terpilih mayoritas dilakukan secara elektronik. Atau bahwa memang ada diskursus untuk menggunakan e-voting dalam pembahasan undang – undang yang akan digunakan untuk Pileg dan Pilpres di tahun 2019.
Walaupun ada fenomena – fenomena di atas, proses untuk pilkada ini masih dilakukan secara manual yang hal ini berarti hasil pilkada setelah melalui proses rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara berjenjang. Dengan realitas ini, maka upaya peretasan atas perolehan suara yang diunggah melalui website KPU tidak akan memiliki pengaruh apapun terhadap hasil pilkada yang sudah dilangsungkan pada tanggal 15 Februari 2017 kemarin.
Menjaga Suara Rakyat
Ketika peretasan tidak memberikan pengaruh terhadap perolehan suara yang digunakan dalam Pilkada, maka pengawalan terhadap suara rakyat hanya dapat dilakukan melalui mekanisme rekapitulasi hasil penghitungan suara. Mekanisme ini adalah salah satu tahapan yang mengkukuhkan bahwa pemilu, ataupun pilkada adalah sebuah sistem yang mana tidak hanya melibatkan komisi pemilihan umum, tetapi juga panitia pengawas, saksi – saksi dan bahkan masyarakat untuk menjaga akuntabilitas dan kredibilitas penyelenggaraannya.
Rekapitulasi akan dilaksanakan oleh komisi pemilihan umum, ataupun panitia pemilihan kecamatan dengan turut dihadiri oleh panitia pengawas dan saksi – saksi dari peserta pemilihan. Semua pihak yang hadir pada saat rekapitulasi memiliki dokumen yang seharusnya sama. Hal ini dikarenakan, baik panitia pengawas maupun para saksi diberikan dokumen yang sama, seja proses penghitungan suara di TPS dilangsungkan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi bagian dari jaminan akuntabilitas dan kredibilitas dari penyelenggaraan pilkada, karena jika karena satu dan lain hal ada nilai yang berbeda pada dokumen yang dimiliki oleh salah satu pasangan calon, maka dokumen yang dimiliki oleh pihak lainnya, termasuk saksi dari salah satu peserta akan menjadi bagian dari kontrol atas proses yang ada. Perbedaan tersebut, atau biasanya disebut sebagai keberatan yang bilamana dianggap belum terselesaikan pada saat rekapitulasi dilangsungkan akan disarankan untuk dituliskan sebagai bagian dari catatan terhadap proses yang ada.
Sebagaimana namanya, yaitu rekapitulasi hasil penghitungan suara maka baik panitia pengawas, maupun para saksi mengawal proses akumulasi perolehan suara agar penjumlahan satu ditambah satu di tingkat bawah tetap menjadi dua ketika rekapitulasi dilakukan. Disinilah proses menjaga suara rakyat, untuk kontes pilkada saat ini dilakukan. (psp)