Dari Observasi Berlanjut Diskusi

Hupmas, Surabaya-“Metode penghitungan suara merupakan variabel utama dari sistem pemilu yang bertugas untuk mengkonversi suara menjadi kursi. Metode penghitungan suara paling tidak berpengaruh pada tiga hal: derajat proporsionalitas suara, jumlah perolehan kursi partai politik, dan sistem kepartaian. Sehingga akan ada kesan sangat teknis matematis dalam mengkonversi suara menjadi kursi dalam Pemilu Legislatif,”papar Nurul Amalia, Divisi Teknis KPU Surabaya, di awal diskusi Reboan (19/07).
Tidak seperti diskusi reboan minggu-minggu sebelumnya yang hanya diikuti oleh jajaran sekretariat KPU Surabaya,maka diskusi reboan kali ini turut diikuti oleh Vicentius Setiadi, P.I. Samuel A, Wicaksono P., Izza Fauzia dan Putri Yulga Sari, kelimanya mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang sedang melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan observasi di lingkungan KPU Surabaya, dan sembari melakukan observasi kelimanya mengikuti diskusi reboan, yang hari ini (Rabu, 19/07) mengangkat tema tentang “Konversi Suara’.
Bu Nurul, demikian biasa disapa melanjutkan, dalam sistem pemilu proporsional kita diperkenalkan dengan dua rumpun metode penghitungan suara: kuota dan divisor. Pada rumpun metode penghitungan kuota terdapat dua teknik penghitungan suara yakni kuota hare dan kuota droop. “Kuota hare merupakan salah satu teknik penghitungan suara yang sudah tidak asing di Indonesia karena metode ini paling sering digunakan dari pemilu ke pemilu,” lanjutnya.
Diskusi pun semakin menarik dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan secara bergantian oleh kelima mahasiswa UWM Surabaya. Tidak hanya seputar konversi suara namun juga hal lain seputar kepemiluan. Izza misalnya yang menanyakan tentang solusi apa yang dilakukan oleh KPU jika masih ditemukan adanya NIK ganda.
Menanggapi pertanyaan tersebut Nurul memaparkan bahwa setelah adanya e-KTP, masalah adanya NIK ganda bisa mudah di cek. Warga yang memiliki kartu tanda penduduk lebih dari satu dengan sendirinya hanya akan memiliki satu identitas setelah data pribadinya direkam ulang dalam KTP elektronik (e-KTP). Dia hanya akan tercatat sebagai warga sesuai data yang terekam dan itu artinya data pada KTP lain yang dimilikinya akan terhapus. Setiap warga yang menjalani rekam data e-KTP, data kependudukannya akan masuk dalam satu kamar. “Jadi, satu orang hanya memiliki satu identitas, jika seorang warga punya dua KTP dari kelurahan berbeda, data KTP yang tak direkam di e-KTP dengan sendirinya akan terhapus,” jelas wanita asli Surabaya ini.
“Oleh karena itu, sebaiknya dari sekarang bagi warga yang memiliki KTP ganda lebih baik memilih identitas yang akan didata ulang dalam e-KTP. Itu supaya mereka tak kesulitan untuk mengurus berbagai keperluan yang harus menggunakan kartu identitas, termasuk dalam penggunaan hak pilihnya dalam pemilu,”pungkasnya.